Kamis, 24 November 2022

ISLAM DI INDONESIA

 Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia. Data Sensus Penduduk 2020 menunjukkan ada sekitar 86,7% atau 231 juta jiwa dari total 266,53 juta jiwa penduduk beragama Islam.

Dalam hal denominasi, Mayoritas (98.8%) adalah Muslim Sunni, sementara 1-3 juta (1%) adalah Shia, dan terkonsentrasi disekitar Jakarta,[1] dan sekitar 400,000 (0.2%) Muslim Ahmadiyah.[2] dalam hal mazhab, berdasarkan statistik demografis, 99% dari Muslim Indonesia kebanyakan mengikuti mazhab Syafi'i,[3][4] meskipun ketika ditanya, 56% tidak menganut mazhab tertentu.[5] Aliran pemikiranIslam di Indonesia secara garis besar dapat dikategorikan ke dalam dua orientasi: "modernisme", yang menganut teologi ortodoks dengan pembelajaran modern, dan "traditionalisme", yang cenderung mengkuti interpretasi para pemuka agama dan ustadz (pesantren) setempat. Ada juga kehadiran penting secara historis dari bentuk sinkretis Islam yang dikenal sebagai kebatinan.

Islam di Indonesia dianggap telah menyebar secara bertahap melalui kegiatan pedagang oleh pedagang Muslim Arab, adopsi oleh penguasa lokal, dan pengaruh Sufi sejak abad ke-13.[6][7][8] Selama era kolonial akhir, itu diadopsi sebagai spanduk kampanye melawan kolonialisme.[9] Walau Islam menjadi mayoritas, tetapi Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam. Indonesia mengakui 6 agama, yaitu Islam, Katolik, Protestan, HinduBuddha dan Konghucu.[10] Meski tak menerapkan hukum Islam secara menyeluruh sebagaimana halnya Arab Saudi dan Qatar, napas-napas Islam tetaplah diakui dan diterima dalam hukum positif di Indonesia dengan adanya peradilan agama, perbankan syariah, wakaf, pengelolaan zakat, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta yang terbaru Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.[11]

Islam di Indonesia

  Muslim Sunni (98.8%)
  Muslim Syi'ah (1%)
  Ahmadiyah (0.2%)

Persebaran

Peta menunjukan komposisi keagamaan di Indonesia. Islam mewakili keyakinan spiritual 86,7% dari orang Indonesia

.

Islam di Indonesia berdasarkan kelompok etnis (2010)[12]

  jawa (44.7%)
  Sunda (17.6%)
  Melayu (4.17%)
  Madura (3.46%)
  Betawi (3.19%)
  Minangkabau (3.11%)
  Bugis (3.06%)
  Banten (2.24%)
  Banjar (1.98%)
  Batak (1.81%)
  Aceh (1.64%)
  Sasak (1.52%)
  Dayak (0.49%)
  China (0.06%)
  Bali (0.06%)
  Others (11.2%)

Muslim merupakan mayoritas di sebagian besar wilayah JawaSumateraNusa Tenggara BaratSulawesi, wilayah pesisir Kalimantan, dan Maluku Utara. Muslim membentuk minoritas yang berbeda di PapuaBaliNusa Tenggara Timur, sebagian Sumatera Utara, sebagian besar wilayah pedalaman Kalimantan, dan Utara Sulawesi. Bersama-sama, daerah non-Muslim ini awalnya merupakan lebih dari sepertiga dari Indonesia sebelum upaya transmigrasi besar-besaran yang disponsori oleh pemerintah Suharto dan migrasi internal spontan baru-baru ini.[butuh rujukan]

Migrasi internal telah mengubah susunan demografis negara selama tiga dekade terakhir. Ini telah meningkatkan persentase Muslim di bagian timur negara yang sebelumnya didominasi Kristen. Pada awal 1990-an, orang Kristen menjadi minoritas untuk pertama kalinya di beberapa wilayah Kepulauan Maluku. Sementara transmigrasi yang disponsori pemerintah dari Jawa yang berpenduduk padat dan Madura ke daerah berpenduduk lebih sedikit berkontribusi pada peningkatan populasi Muslim di daerah pemukiman kembali, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemerintah bermaksud untuk menciptakan mayoritas Muslim di daerah Kristen dan sebagian besar migrasi Muslim tampak spontan. Terlepas dari tujuannya, konsekuensi ekonomi dan politik dari kebijakan transmigrasi berkontribusi pada konflik agama di MalukuSulawesi Tengah, dan pada tingkat lebih rendah, Papua.[butuh rujukan]

Islam di Indonesia berdasarkan provinsi & kawasan

Ini data tabel presentase muslim di Indonesia menurut provinsi, disediakan oleh Kementerian Dalam Negeri:[13]

ProvinsiPopulasi MuslimTotal populasiPresentase Muslim
Aceh (Presentase Muslim tertinggi)5,248,3975,325,01098.56
Bali (Populasi Muslim terendah)430,9184,273,99210.08
Kepulauan Bangka Belitung1,309,8571,455,48589.99
Banten11,177,61511,788,72894.81
Bengkulu1,985,3222,032,76797.66
Jawa Tengah36,208,12937,227,60497.26
Kalimantan Tengah1,956,9852,639,99074.12
Sulawesi Tengah2,394,2593,034,51378.90
Jawa Timur39,852,05340,994,51597.21
Kalimantan Timur3,324,8893,803,97287.40
Nusa Tenggara Timur (Presentasi Muslim terendah)517,7445,484,5809.43
Gorontalo1,175,0511,198,76598.02
Ibukota Jakarta9,391,99611,204,71483.82
Jambi3,381,8443,557,07395.07
Lampung8,502,2318,853,27596.03
Maluku990,5471,875,50652.81
Kalimantan Utara507,775692,23973.35
Maluku Utara981,1181,316,97374.49
Sulawesi Utara843,6822,655,97031.76
Sumatra Utara10,064,38315,180,79666.29
Papua644,1754,552,03714.15
Riau5,622,9986,454,75187.11
Kepulauan Riau1,609,2102,055,27878.29
Kalimantan Selatan3,981,4924,103,71997.02
Sulawesi Selatan8,261,6989,192,62189.87
Sumatra Selatan8,250,3668,490,33597.17
Sulawesi Tenggara2,556,3272,669,84095.74
Jawa Barat (Populasi Muslim Tertinggi)46,297,81047,586,94397.29
Kalimantan Barat3,284,8165,461,99360.13
Nusa Tenggara Barat5,234,1835,405,38596.83
Papua Barat437,1101,148,53838.05
Sulawesi Barat1,207,7431,441,40783.78
Sumatra Barat5,461,8365,596,33697.59
D. I. Yogyakarta3,413,4933,675,66292.86
Kawasanpopulasi MuslimTotal populasiMuslim %
Jawa146,341,096152,478,16695.97
Kalimantan13,055,95716,701,91378.17
Kepulauan Sunda Kecil6,182,84515,163,95740.77
Kepulauan Maluku1,971,6653,192,47961.75
Sumatra51,436,44459,001,10687.17
Sulawesi16,438,76020,193,11681.40
Nugini Barat1,081,2855,700,57518.96
Indonesia236,508,052272,431,31286.81

Perpecahan Islam di Indonesia

Dokumentasi klasik membagi Muslim Indonesia antara Muslim "nominal", atau abangan, yang gaya hidupnya lebih berorientasi pada budaya non-Islam, dan Muslim "ortodoks", atau santri, yang menganut norma-norma Islam Ortodoks. Abangan dianggap sebagai campuran asli dari kepercayaan asli dan Hindu-Budha dengan praktik Islam yang kadang-kadang juga disebut Jawanisme, kejawenagama Jawa, atau kebatinan.[14][15] Di Jawasantri tidak hanya merujuk pada orang yang secara sadar dan eksklusif Muslim, tetapi juga menggambarkan orang-orang yang telah melepaskan diri dari dunia sekuler untuk berkonsentrasi pada kegiatan kebaktian di sekolah-sekolah Islam yang disebut pesantren—secara harafiah berarti "tempat 'santri".[14] Istilah dan sifat yang tepat dari diferensiasi ini diperdebatkan sepanjang sejarah, dan hari ini dianggap usang.[16]

Pesantren Tebuireng di Jombang. Pesantren adalah tempat para santri tinggal dan mempelajari ajaran Islam dan ilmu lainnya.

Di era kontemporer, sering dibuat perbedaan antara "tradisionalisme" dan "modernisme". Tradisionalisme, yang dicontohkan oleh organisasi masyarakat Nahdlatul Ulama, dikenal sebagai pendukung setia Islam Nusantara, sebuah merek khas Islam yang telah mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi, dan vernakularisasi sejalan dengan sosial budaya kondisi di Indonesia.[17] Islam Nusantara promotes moderation, compassion, anti-radicalism, inclusiveness, and tolerance.[18] Di spektrum lain adalah modernisme, yang sangat diilhami oleh Modernisme Islam, dan organisasi masyarakat Muhammadiyah dikenal sebagai pendukung Islam Berkemajuan.[19] Muslim modernis mengadvokasi reformasi Islam di Indonesia, yang dianggap telah menyimpang dari ortodoksi Islam historis. Mereka menekankan otoritas Qur'an dan Hadits, dan menentang sinkretisme dan taqlid kepada ulama. Pembagian ini, bagaimanapun, juga telah dianggap sebagai penyederhanaan yang berlebihan dalam analisis baru-baru ini.[16] Sejak 1990-an, Muhammadiyah telah bergerak ke arah yang lebih berorientasi Salafi. Salafisme adalah cabang Islam yang menyerukan untuk memahami Al-Qur'an dan Sunnah menurut generasi pertama umat Islam, dan untuk menghindari hal-hal yang diperkenalkan kemudian dalam agama, telah terlihat ekspansi dalam masyarakat Indonesia.[20]

Masjid Tiban dan Pesantren Salafi, Turen, Jawa Timur

Denominasi

Banyak denominasi Islam yang beragam dipraktikkan di Indonesia.
Markas besar Nahdlatul Ulama, gerakan Islam Sunni tradisionalis yang berpengaruh di negara ini.

Sekolah dan cabang Islam di Indonesia mencerminkan aktivitas doktrin dan organisasi Islam yang beroperasi di Indonesia. Dari segi denominasi, Indonesia adalah negara mayoritas Sunni dengan minoritas sekte lain seperti Islam Syiah dan Ahmadiyah. Dalam hal mazhab fiqih, mazhab Syafi'i dominan di Indonesia pada umumnya. [3] Berkembang biaknya madzhab Syafi'i dianggap karena para saudagar Arab dari selatan Semenanjung Arab yang mengikuti madzhab fiqih ini.[21][22]

Sejarah awal

Penyebaran Islam menurut sejumlah catatan

Peta persebaran Islam di Indonesia

Menurut Thomas Walker Arnold, sulit untuk menentukan bilakah masa tepatnya Islam masuk ke Indonesia. Hanya saja, sejak abad ke-2 Sebelum Masehi orang-orang Ceylon telah berdagang dan masuk abad ke-7 Masehi, orang Ceylon mengalami kemajuan pesat dalam hal perdagangan dengan orang Cina. Hinggalah, pada pertengahan abad ke-8 orang Arab telah sampai ke Kanton.[23] Waktu masuknya Islam di Nusantara sudah berlangsung sejak abad ke-7 dan 8 Masehi. Namun, perkembangan dakwah baru betul dimulai kala abad ke-11 dan 12.[24] Artinya dakwah di Nusantara sudah merentang selama beberapa abad pada masa-masa awal.[24] Indonesia sendiri pada masa-masa itu, tidaklah asing dari pandangan musafir Arab. Sulaiman at-Tajir misalnya, sampai ke kawasan Zabij yang ada di timur India.[25] Dilengkapi pula oleh catatan ahli geografi sejaman, Ibnu Khurdadzbih bahwa Zabij dipimpin seorang Maharaja, yang juga disetujui oleh pendapat Yaqut al-Hamawi dan Al-Mas'udi.[26] Belakangan, pendapat soal negeri Maharaja ini disetujui sejarawan Arab modern, Husain Mu'nis, bahwa ia merujuk pada daerah yang kini ada di kawasan Indonesia modern.[27] Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara mengikhtisarkan teori masuknya Islam dalam tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13 M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M. Mereka berargumen akan fakta bahwa banyaknya ungkapan dan kata-kata Persia dalam hikayat-hikayat Melayu, Aceh, dan bahkan juga Jawa.[28] Selain itu pula, temuan Marco Polo juga menyatakan sebagai dampak interaksi orang-orang Perlak di Aceh, mereka telah mengenal Islam. Selama masa-masa ini, dinyatakan oleh Van Leur dan Schrieke, bahwa penyebaran Islam lebih terbantu lewat faktor-faktor politik alih-alih karena niaga.[29] Pandangan lain dari AH Johns dan SQ Fatimi menyebutkan penyebaran Islam bertumpu pada imam-imam Sufi yang cakap dalam soal kebatinan, dan bersedia menggunakan unsur-unsur kebudayaan pra Islam dan mengisinya kembali dengan semangat yang lebih Islami.[30] Peranan agamawan itu yang bisa dilihat dalam proses sejarah Islamisasi kawasan. Di Samudera Pasai misalnya, pelopor dakwah Islam adalah seorang ulama yang disebut Syekh Ismail dan bertanggung jawab memperkenalkan Islam sampai kepada rajanya, Merah Silu dan masuk Islam dengan nama Malik al-Saleh. Begitu pun pada kasus Islamisasi kerajaan Malaka, yang raja pertamanya adalah Iskandar Syah, masuk Islam dengan perantara ulama yang dalam catatan Sejarah Melayu adalah Maulana Sadar Jahan.[31] Dari kondisi-kondisi di atas, hal itu menjelaskan bahwa Islam telah menjadi posisi sentral dalam sosial politik dan budaya tempatan, malahan hingga menjadi unsur terbentuknya kerajaan. Selain itu pula, sejarah di atas menunjukkan bahwa masa awal sejarah dakwah Islam di Nusantara berlangsung dari kawasan pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, dan terlibat secara intensif dalam kawasan dagang jarak jauh Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan.[32]

Peta Indonesia berkisar tahun 1674-1745 oleh Katip Çelebi seorang geografer asal Turki Utsmani.

Di Pulau Sulawesi, Islam menyebar melalui hubungan Kerajaan-Kerajaan setempat dengan para Ulama dari Mekkah dan Madinah, yang sebelumnya pula sempat singgah di Hadramaut untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara. Selain itu, pengaruh dari Ulama Minang di wilayah Selatan pulau Sulawesi turut mengantarkan Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bone untuk memeluk agama Islam.[33] Sementara itu, pengaruh dari Kesultanan Ternate turut berperan penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Sulawesi bagian tengah dan Utara. Salah satu buktinya adalah eksistensi Kesultanan Gorontalo sebagai salah satu Kerajaan Islam paling berpengaruh di Semenanjung Utara Sulawesi hingga ke Sulawesi bagian Tengah dan Timur.[34] Selain pengaruh Kesultanan Ternate, Ulama-Ulama besar yang hijrah ke wilayah jazirah utara dan tengah Sulawesi pun turut mempercepat penyebaran agama Islam di wilayah ini. Selain itu, Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17, telah berhasil melakukan upaya penyebaran agama Islam hingga mencapai wilayah Semenanjung Onin di Kabupaten FakfakPapua Barat.

Kalau ahli sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar, Abdul Malik Karim Amrullah berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatra (Barus).[35] Pernyataan yang hampir senada dikemukakan Arnold, bahwa mungkin Islam telah masuk ke Indonesia sejak abad-abad awal Hijriah. Meskipun kepulauan Indonesia telah disebut-sebut dalam tulisan ahli-ahli bumi Arab, di dalam tarikh Cina telah disebutkan pada 674 M orang-orang Arab telah menetap di pantai barat Sumatra.[36]

Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan (644-656 M), memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima dari Kalingga, masuk Islam.[37] Namun menurut Hamka sendiri, itu terjadi tahun 42 Hijriah atau 672 Masehi.[38]

Pada tahun 718 M raja Sriwijaya Sri Indravarman setelah pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 - 720 M) (Dinasti Umayyah) pernah berkirim surat dengan Umar bin Abdul Aziz sekaligus berikut menyebut gelarnya dengan 1000 ekor gajah, berdayang inang pengasuh di istana 1000 putri, dan anak-anak raja yang bernaung di bawah payung panji. Baginda berucap terima kasih akan kiriman hadiah daripada Khalifah Bani Umayyah tersebut.[39] Dalam hal ini, Hamka mengutip pendapat SQ Fatimi yang membandingkan dengan The Forgotten Kingdom Schniger bahwa memang yang dimaksud adalah Sriwijaya tentang Muara Takus, yang dekat dengan daerah yang banyak gajahnya, yaitu Gunung Suliki. Apalagi dalam rangka bekas candi di sana, dibuat patung gajah yang agaknya bernilai di sana. Tahun surat itu disebutkan Fatemi bahwa ia bertarikh 718 Masehi atau 75 Hijriah. Dari situ, Hamka menepatkan bahwa Islam telah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah.[40]

Selain itu, fakta yang juga tak bisa diabaikan adalah bahwa adanya kitab Izh-harul Haqq fi Silsilah Raja Ferlak yang ditulis Abu Ishaq al-Makrani al-Fasi yang berasal dari daerah MakranBalochistan menyebut bahwa Kerajaan Perlak didirikan pada 225 H/847 M diperintah berturut-turut oleh delapan sultan.[41]

Bukti lain memperlihatkan telah munculnya Islam pada masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah binti Maimun (1082M) di Gresik.[42]

Umat Islam Indonesia tengah membaca Al Quran setelah menunaikan salat di Masjid Istiqlal, Jakarta. Indonesia memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia

Untuk menjelaskan bagaimana metode penyebaran Islam di Indonesia, Arnold mengutip catatan yang dikutip dari C. Semper bahwa para pedagang Muslim menggunakan bahasa dan adat istiadat orang tempatan. Setelah mengadakan pernikahan dengan orang setempat, pembebasan budak, maka ia mengadakan perserikatan dan tak lupa tetap memelihara hubungan persahabatan dengan golongan aristokrat yang juga telah mendukung kebebasannya.[36] Para pedagang ini, tidaklah datang sebagai penyerang, tidak pula memakai pedang, ataupun memakai kelas atas guna menekan kawula-kawula rakyat. Namun dakwah dilakukan dengan kecerdasan, dan harta perdagangan yang mereka punya lebih mereka utamakan untuk modal dakwah.[36]

Selama masa-masa abad pertengahan ini, pedagang-pedagang Muslim turut memberi andil dalam bertumbuhnya perdagangan dan kota-kota yang terlibat di sana. Bersamaan dengan kegiatan dagang orang Tionghoa dari Dinasti MingGresikMalaka, dan Makassar berubah dari kampung kecil menjadi kota-kota besar dengan penduduk 50 ribu jiwa. Begitupun untuk AcehPatani, dan Banten.[43]

Masa kolonial

Pada abad ke-18 masehi atau tahun 1700 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk berdagang, tetapi pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC (1602-1799), namun pada waktu itu mereka belum menjajah daerah Nusantara. Pada tahun 1800, VOC dibubarkan dan Hindia Belanda didirikan, sejak itu seluruh wilayah Nusantara dikuasainya. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.

Anak-anak mengaji Al Quran di Jawa pada masa kolonial Hindia Belanda

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-syairnya berisi seruan perjuangan.

Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di KairoMesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatra Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.[44]

Setidak-tidaknya dalam tren menuju masa kebangkitan nasional pada awal abad ke-20, pergumulan umat Islam di Indonesia berlangsung dalam 3 jalan: organisasi, konsepsi pemikiran-pemikiran ortodoks, dan politik. Organisasi di Hindia Belanda dari berbagai spektrum Keislaman muncul, tapi yang menentukan tren keumatan ke depan sejarah kala itu adalah NU dan Muhammadiyah.[45] Organisasi-organisasi itu bergerak dengan beberapa cara, antaranya menghubungkan masyarakat dari pelbagai daerah, menyuarakan persamaan gagasan komunitas umat Islam secara global dengan mengirimi buletin perkabaran umat Islam dari penjuru bumi, ataupun mengumpulkan orang banyak untuk kegiatan reli massa.[46]

Demografi

Sebagian besar ummat Islam di Indonesia berada di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti di pulau SumatraJawaMadura dan Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah Timur, penduduk Muslim banyak yang menetap di wilayah SulawesiNusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara dan enklave tertentu di Indonesia Timur seperti Kabupaten AlorFakfakHarukuBandaLeihituTual dan lain-lain.

Distribusi geografi

Berikut merupakan persebaran umat Islam per provinsi Indonesia. Sensus dihadirkan pada tahun 2010.

ProvinsiMuslim[47]%
 Aceh4.413.24498.2%
 Sumatra Utara8.579.83060.4%
 Sumatra Barat4.721.92497.4%
 Riau4.872.87388%
 Jambi2.950.19595.4%
 Sumatra Selatan7.218.95196.9%
 Bengkulu1.669.08197.3%
 Lampung7.264.78395.5%
 Bangka Belitung1.088.79189%
 Kepulauan Riau1.332.20177,5%
 DKI Jakarta8.200.79683.4%
 Jawa Barat41.763.59297%
 Jawa Tengah31.328.34196.7%
 Daerah Istimewa Yogyakarta3.179.12991.9%
 Jawa Timur36.113.39696.4%
 Banten10.065.78394.7%
 Bali520.24413.4%
 Nusa Tenggara Barat4.341.28496.5%
 Nusa Tenggara Timur423.9259%
 Kalimantan Barat2.603.31859.2%
 Kalimantan Tengah1.643.71574.3%
 Kalimantan Selatan3.505.84696.7%
 Kalimantan Timur3.033.70585.4%
 Sulawesi Utara701.69930.9%
 Sulawesi Tengah2.047.95977.7%
 Sulawesi Selatan7.200.93889.6%
 Sulawesi Tenggara2.126.12695.2%
 Gorontalo1.017.39697.8%
 Sulawesi Barat957.73582.6%
 Maluku776.13049.6%
 Maluku Utara771.11074.3%
 Papua Barat292.02638.4%
 Papua450.09615.9%
TOTAL207.176.16287.2%

Budaya

Bahasa & adat istiadat

Di Indonesia, telah diketahui bahwa Islam sampai ke Kepulauan Nusantara sejak abad ke-7 dan berkembang pada abad ke-12 dan kemudian ke-16. Pada masa ini, selain kata serapan, sistem aksara yang disebut huruf Jawi dan aksara daerah juga tercipta, suatu hal yang sebelumnya tidak ada. Pada masa ini, bahasa Melayu sebagai lingua franca berpadu mengembangkan kebudayaan Islam di jazirah ini. Pengaruh Islam, lewat bahasa Arab, juga memengaruhi perkembangan daerah di Indonesia, seperti bahasa Jawabahasa Sundabahasa Bimabahasa Bugisbahasa Lampung dan bahasa Sasak.[48]

Arsitektur

Islam sangat banyak berpengaruh terhadap arsitektur bangunan di Indonesia. Rumah Betawi salah satunya, adalah bentuk arsitektur bangunan yang banyak dipengaruhi oleh corak Islam. Pada salah satu forum tanya jawab di situs Era Muslim,[49] disebutkan bahwa Rumah Betawi yang memiliki teras lebar, dan ada bale-bale untuk tempat berkumpul, adalah salah satu ciri arsitektur peradaban Islam di Indonesia.

Masjid

Masjid Raya Medan al Ma'shun, adalah salah satu ciri bangunan berarsitektur Islam yang ada di Indonesia

Masjid adalah tempat ibadah Muslim yang dapat dijumpai diberbagai tempat di Indonesia. Menurut data Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia, saat ini terdapat 125 ribu masjid yang dikelola oleh lembaga tersebut, sedangkan jumlah secara keseluruhan berdasarkan data Departemen Agama tahun 2004, jumlah masjid di Indonesia sebanyak 643.834 buah, jumlah ini meningkat dari data tahun 1977 yang sebanyak 392.044 buah. Diperkirakan, jumlah masjid dan mushala di Indonesia saat ini antara 600-800 ribu buah.[50] Adapun menurut penuturan Komjen Pol Syafruddin Wakil Ketum Dewan Masjid Indonesia menyebut sesuai data tahun 2017, bahwa Indonesia memiliki sekitar 800 ribu masjid. Dalam pada itu, pengelolaan masjid di Indonesia berbeda dengan masjid di negara lain. Pemerintah tak secara langsung membangun dan mengelola masjid, tetapi lewat swadaya masyarakat, begitu juga dalam hal pengelolaannya.[51]

Pendidikan

Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem pendidikan paling tua di Indonesia.[52]

Politik

Dengan mayoritas berpenduduk Muslimpolitik di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan peranan umat Islam. Kebangunan akan kesedaran berpolitik ini diawali kalangan kaum haji yang membawa kabar-kabar akan serangan Prancis terhadap Maroko, umat Islam Libya diserang, dan gerakan nasionalis Mesir melawan imperialis Inggris. Ini juga membentuk perasaan setia kawan sesama kaum Muslimin, dan membangkitkan ketidaksukan terhadap kolonialisme dan imperialisme Eropa.[53] Meskipun Islam menjadi mayoritas, Indonesia bukan Monarki Islam atau Republik Islam, mirip dengan model Turki dan Kazakhstan. Walau demikian, Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam, tetapi ada daerah yang diberikan keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.

Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Pada Pemilu 1999, 17 partai Islam—yaitu 12 partai Islam dan 5 partai lain berazaskan Islam dan Pancasila—ikut berlaga dalam pemilihan tersebut. Kesiapan mereka dalam hal administrasi—terkecuali PPP yang memang sudah tua—mengagumkan mengingat mereka dapat mengikuti segala syarat pemilu yang cukup ketat, serupa bahwa setiap partai harus punya cabang sekurangnya di 14 provinsi. Namun demikian, seluruh partai Islam itu kalah jauh dari PDI yang meraup sekitar 34% suara.[54] Dalam Pemilu tersebut, PPP meraih 11.329.905 suara (10,7 persen) dan bercokol pada peringkat ketiga,[55] karena itu Partai Persatuan Pembangunan meraih 5 besar. Partai Bulan Bintang mampu membentuk fraksi sendiri walau cuma 13 anggota, dan Partai Keadilan hanya memperoleh 7 kursi DPR saja.[54] Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam partai politik yang berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan PembangunanPartai Keadilan SejahteraPartai Bintang ReformasiPartai Amanat NasionalPartai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang.

Referensi

  1. ^ Reza, Imam. "Shia Muslims Around the World". Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 May 2009. Diakses tanggal 11 June 2009approximately 400,000 persons who subscribe to the Ahmadiyya
  2. ^ "International Religious Freedom Report 2008". US Department of State. Diakses tanggal 31 March 2014.
  3. Lompat ke:a b "Sunni and Shia Muslims". 27 January 2011.
  4. ^ Religious clash in Indonesia kills up to six, Straits Times, 6 February 2011
  5. ^ "Chapter 1: Religious Affiliation"The World’s Muslims: Unity and DiversityPew Research Center's Religion & Public Life Project. 9 August 2012. Diakses tanggal 6 September 2015.
  6. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Ha
  7. ^ Burhanudin, Jajat; Dijk, Kees van (31 January 2013). Islam in Indonesia: Contrasting Images and Interpretations. Amsterdam University Press. ISBN 9789089644237 – via Google Books.
  8. ^ Lamoureux, Florence (1 January 2003). Indonesia: A Global Studies HandbookPerlu mendaftar (gratis). ABC-CLIO. ISBN 9781576079133 – via Internet Archive.
  9. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama ReferenceA
  10. ^ Yang, Heriyanto (August 2005). "The History and Legal Position of Confucianism in Post Independence Indonesia" (PDF)Marburg Journal of Religion10 (1): 8. Diakses tanggal 2 October 2006.
  11. ^ Dinata, Ari Wirya (21 Januari 2021). "Eksistensi dan Penerapan Hukum Islam dalam Hukum Positif di Indonesia"Hukum Online. Diakses tanggal 18 April 2021.
  12. ^ Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, Agus Pramono. Demography of Indonesia's Ethnicity. Singapore: ISEAS: Institute of Southeast Asian Studies, 2015. p. 273.
  13. ^ "ArcGIS Web Application"gis.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 2021-08-17.
  14. Lompat ke:a b Kuipers, Joel C. (1993). "Islam". Dalam Frederick, William H.; Worden, Robert L. Indonesia: a country study. Area handbook series1057-5294 (edisi ke-5th). Washington, D.C.: Federal Research DivisionLibrary of CongressISBN 9780844407906.  Artikel ini memuat teks dari sumber tersebut, yang berada dalam ranah publik.
  15. ^ Clifford Geertz; Aswab Mahasin; Bur Rasuanto (1983). Abangan, santri, priyayi: dalam masyarakat Jawa, Issue 4 of Siri Pustaka Sarjana. Pustaka Jaya, original from the University of Michigan, digitized on 24 June 2009.
  16. Lompat ke:a b Von Der Mehden, Fred R. (1995). "Indonesia.". In John L. Esposito. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World. Oxford: Oxford University Press.
  17. ^ "Apa yang Dimaksud dengan Islam Nusantara?"Nahdlatul Ulama. 22 April 2015.
  18. ^ Heyder Affan (15 June 2015). "Polemik di balik istiIah 'Islam Nusantara'"BBC Indonesia.
  19. ^ Palmier, Leslie H. (September 1954). "Modern Islam in Indonesia: The Muhammadiyah After Independence"Pacific Affairs27 (3): 257. JSTOR 2753021.
  20. ^ Hasan, Noorhaidi, The Salafi Movement in Indonesia. Project Muse, 2007. Retrieved 3 October 2017.
  21. ^ Randall L. Pouwels (2002), Horn and Crescent: Cultural Change and Traditional Islam, Cambridge University Press, ISBN 978-0521523097, pp 88–159
  22. ^ MN Pearson (2000), The Indian Ocean and the Red Sea, in The History of Islam in Africa (Ed: Nehemia Levtzion, Randall Pouwels), Ohio University Press, ISBN 978-0821412978, Chapter 2
  23. ^ Arnold 1985, hlm. 317.
  24. Lompat ke:a b Mahfud et al. Muyasaroh, hlm. 227.
  25. ^ Amnan 2021, hlm. 3.
  26. ^ Amnan 2021, hlm. 4.
  27. ^ Amnan 2021, hlm. 5.
  28. ^ Saifullah 2010, hlm. 15.
  29. ^ Reid 2019, hlm. 22.
  30. ^ Reid 2019, hlm. 23.
  31. ^ Burhanudin & Baedowi 2003, hlm. 2—3.
  32. ^ Burhanudin & Baedowi 2003, hlm. 5.
  33. ^ Abdullah, A. (2016). Islamisasi Di Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Sejarah. Paramita: Historical Studies Journal26(1), 86-94.
  34. ^ Mashadi, M., & Suryani, W. (2018). Jaringan Islamisasi Gorontalo (Fenomena Keagamaan dan Perkembangan Islam di Gorontalo). Al-Ulum18(2), 435-458.
  35. ^ Amrullah 2017, hlm. 3-4.
  36. Lompat ke:a b c Arnold 1985, hlm. 318 – 319.
  37. ^ H Zainal Abidin Ahmad. Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Bulan Bintang, 1979.
  38. ^ Amrullah 2017, hlm. 3.
  39. ^ Amrullah 2017, hlm. 136.
  40. ^ Amrullah 2017, hlm. 137.
  41. ^ Saifullah 2010, hlm. 11.
  42. ^ Saifullah 2010, hlm. 10.
  43. ^ Reid 2019, hlm. 31.
  44. ^ Ricklefs 1991, hlm. 353-356.
  45. ^ Fogg 2020, hlm. 69.
  46. ^ Fogg 2020.
  47. ^ admin (2017-11-07). "Jumlah Penganut Agama di Indonesia Tiap Provinsi"TUMOUTOUNEWS. Diakses tanggal 2021-08-08.
  48. ^ Mahfud et al. Muyasaroh, hlm. 227, 230.
  49. ^ Pengaruh Arsistektur Peradaban Islam di Indonesia, situs Era Muslim
  50. ^ Gerakan Memakmurkam Masjid, Institut Manajemen Masjid
  51. ^ Tejomukti 2018, hlm. 12.
  52. ^ "Nurun Maksuni, Pesantren dalam wajah Islam Indonesia, nusyria.net:2007". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-07. Diakses tanggal 2008-06-12.
  53. ^ Anwar 2011, hlm. 19.
  54. Lompat ke:a b Usman 2001, hlm. 67.
  55. ^ Abdulsalam, Husein (25 Juni 2018). "Pemilu 1999: Parpol Islam dan Nasionalis Berlaga tanpa Komunis"Tirto.id. Diakses tanggal 28 Juli 2018.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates